23.40 | Author: Iky ^_^ Chan
*Massage from Aidh Abdullah Al-Qarni*

"Penyakit adalah utusan yang membawa kabar gembira
dan kesehatan adalah perhiasan yang mahal harganya."

"Jangan menganggap diri anda gagal dan tidak mampu,
Sebab sejarah tidak pernah mengenal kata akhir,
dan akal tidak pernah mengakui akhir yang pahit."

"Bila kau sangat ingin mencapai suatu kemuliaan,
janganlah puas dengan sesuatu yang lebih rendah dari bintang."

"Obat yang Anda butuhkan ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah,
Ketenangan Anda ada di dalam keimanan,
Kebahagiaan dan buah hati ada di dalam Shalat,
Kesehatan hati nurani ada di dalam senyuman,
Menjaga kehormatan ada di dalam hijab,
dan kedalaman jiwa ada di dalam dzikir."

"Kebahagiaan adalah parfum yang tidak dapat kamu percikan
kepada orang-orang di sekitarmu,
tanpa harus kau gantungkan sebotol parfum pada dirimu."

"Mensyukuri nikmat dapat menolak siksa,
Meninggalkan dosa merupakan kehidupan hati,
Menundukan hawa nafsu merupakan kenikmatan orang-orang yang besar."

"Mengasingkan diri merupakan istana pikiran.
Terlalu banyak bergaul merupakan kebodohan.
Terlalu mempercayai orang lain merupakan ketololan.
Dan memusuhi mereka hanya akan mendatangkan kesialan."
(menyikapi orang-orang fasik)

"Musibah yang menimpa kita ialah kita tidak mampu mengelola waktu pada saat ini dan kita sibuk dengan masa lampau, kita abaikan hari ini dan kita perhatikan hari esok,
Lalu, diamanakah letak akal dan sikap bijaksana?"





Keunggulan
23.15 | Author: Iky ^_^ Chan
Sayyidina Ali karamallahu wajhah pernah ditanya mengenai berbagai keunggulan,
"Apakah yang lebih berat daripada langit?,
Apakah yang lebih luas daripada bumi?,
Apakah yang lebih kaya daripada lautan?
Apakah yang lebih keras daripada batu?
Apakah yang lebih panas daripada api?
Apakah yang lebih dingin daripada zamharir (benda yang paling dingin)?
Apakah yang lebih pahit daripada racun?"

Sayyidina Ali karamallahu wajhah menjawab;
"Berbuat dusta lebih berat daripada langit,
Kebenaran lebih luas daripada bumi,
Hati yang menerima apa adanya(Qana'ah) lebih kaya daripada lautan,
Hati orang munafik lebih keras daripada batu,
Penguasa yang zalim lebih panas daripada api,
Meminta kepada orang yang tercela lebih dingin daripada zamharir,
Dan, Adu domba lebih pahit daripada racun."

17.44 | Author: Iky ^_^ Chan
"Ketahuilah, setiap orang yang menolak menghamba pada Allah dalam bentuk ketaatan dan kecintaan pada-Nya,
Maka ia akan diuji dengan penghambaan pada sesama makhluk, mencintai, dan mengabdinya..."
(Ibnu Qoyim al-Faward)

Sejatinya cinta,
baik dari langit maupun dari bumi,
Semuanya menunjuk kepada
Allah semata.
(Jalaluddin Rumi)

"Lewat beberapa masa,
Aku menuntut ilmu dengan motivasi yang salah.
Tapi, Sang Ilmu tak pernah mau dituntut kecuali karena Allah".
(Al-Ghazali)

Imam Ali ra. mengingatkan,
"Masa itu ada 2:
Masa yang memihak kepadamu dan masa yang tidak memihak kepadamu.
Maka, apabila ia memihak kepadamu, Janganlah kau menyalahgunakannya.
Namun, jika ia tidak memihak kepadamu, bersabarlah"
(Nahj Al-Balaghah, Qushal Al-Hikam :396)
Rumus Kecantikan Wanita
05.23 | Author: Iky ^_^ Chan

Tidak cantik = Minder dan jarang disukai orang.
Cantik = Percaya diri, terkenal dan banyak yang suka.
AH MASA SIH??

Itulah sekelumit rumus yang ada dalam fikiran wanita atau bisa juga akhwat. Sebuah rumus simple namun amat berbahaya. Darimanakah asal muasal rumus ini? Bisa jadi dari media ataupun oleh opini masyarakat yang juga telah teracuni oleh media- baik cetak maupun elektronik- bahwa kecantikan hanya sebatas kulit luar saja.

Semua warga Indonesia seolah satu kata bahwa yang cantik adalah yang berkulit putih, tinggi semampai, hidung mancung, bibir merah, mata jeli, langsing, dll. Akibatnya banyak kaum hawa yang ingin memiliki image cantik seperti yang digambarkan khalayak ramai, mereka tergoda untuk membeli kosmetika yang dapat mewujudkan mimpi-mimpi mereka dan mulai melalaikan koridor syari’at yang telah mengatur batasan-batasan untuk tampil cantik. Ada yang harap-harap cemas mengoleskan pemutih kulit, pelurus rambut, mencukur alis, mengeriting bulu mata, mengecat rambut sampai pada usaha memancungkan hidung melalui serangkaian treatment silikon, dll. Singkat kata, mereka ingin tampil secantik model sampul, bintang iklan ataupun teman pengajian yang qadarullah tampilannya memikat hati. Maka tidak heran setiap saya melewati toko kosmetik terbesar di kota saya, toko tersebut tak pernah sepi oleh riuh rendah kaum hawa yang memilah milih kosmetik dalam deretan etalase dan mematut di depan kaca sambil terus mendengarkan rayuan manis dari si mba SPG.

Kata cantik telah direduksi sedemikian rupa oleh media, sehingga banyak yang melalaikan hakikat cantik yang sesungguhnya. Mereka sibuk memoles kulit luar tanpa peduli pada hati mereka yang kian gersang. Tujuannya? Jelas, untuk menambah deretan fans dan agar kelak bisa lebih mudah mencari pasangan hidup, alangkah naifnya. Faktanya, banyak dari teman-teman pengajian saya yang sukses menikah bukanlah termasuk wanita yang cantik ataupun banyak kasus yang muncul di media massa bahwa si cantik ini dan itu perkawinannya kandas di tengah jalan. Jadi, tidak ada korelasi antara cantik dan kesuksesan hidup!.

Teman-teman saya yang sukses menikah walaupun tidak cantik-cantik amat tapi kepribadiannya amat menyenangkan, mereka tidak terlalu fokus pada rehab kulit luar tapi mereka lebih peduli pada recovery iman yang berkelanjutan sehingga tampak dalam sikap dan prinsip hidup mereka, kokoh tidak rapuh. Pun, jika ada teman yang berwajah elok mereka malah menutupinya dengan cadar supaya kecantikannya tidak menjadi fitnah bagi kaum adam dan hanya dipersembahkan untuk sang suami saja, SubhanAlloh.

Satu kata yang terus bergema dalam hidup mereka yakni bersyukur pada apa-apa yang telah Alloh berikan tanpa menuntut lagi, ridho dengan bentuk tubuh dan lekuk wajah yang dianugerahkan Alloh karena inilah bentuk terbaik menurut-Nya, bukan menurut media ataupun pikiran dangkal kita. Kalau kita boleh memilih, punya wajah dan kepribadian yang cantik itu lebih enak tapi tidak semua orang dianugerahi hal semacam itu, itulah ke maha adilan Alloh, ada kelebihan dan kekurangan pada diri tiap orang. Dan satu hal yang pasti, semua orang bertingkah laku sesuai pemahaman mereka, jika kita rajin menuntut ilmu agama InsyaAlloh gerak-gerik kita sesuai dengan ilmu yang kita miliki. Demikian pula yang terjadi pada wanita-wanita yang terpaku pada kecantikan fisik semata, menurut asumsi saya, mereka merupakan korban-korban iklan dan kurang tekun menuntut ilmu agama, sehingga lahirlah wanita-wanita yang berpikiran dangkal, mudah tergoda dan menggoda.
Mengutip salah satu hadist, Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

“Siapa yang Alloh kehendaki kebaikan baginya, Alloh akan pahamkan ia dalam agamanya”(Shahih, Muttafaqun ‘alaihi).

Hadist diatas dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Baz bahwa ia menunjukkan keutamaan ilmu.
Jika Alloh menginginkan seorang hamba memperoleh kebaikan, Alloh akan memahamkan agama-Nya hingga ia dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang bathil, mana petunjuk mana kesesatan. Dengannya pula ia dapat mengenal Rabbnya dengan nama dan sifat-sifat-Nya serta tahu keagungan hak-Nya. Ia pun akan tahu akhir yang akan diperoleh para wali Alloh dan para musuh Alloh.

Syaikh Ibnu Baz lebih lanjut juga mengingatkan betapa urgennya menuntut ilmu syari’at:

“Adapun ilmu syar’i, haruslah dituntut oleh setiap orang (fardhu ‘ain), karena Alloh menciptakan jin dan manusia untuk beribadah dan bertaqwa kepada-Nya. Sementara tidak ada jalan untuk beribadah dan bertaqwa kecuali dengan ilmu syar’i, ilmu Al-Qur’an dan as Sunnah”.

Dus, sadari sejak semula bahwa Alloh menciptakan kita tidak dengan sia-sia. Kita dituntut untuk terus menerus beribadah kepadaNya. Ilmu agama yang harus kita gali adalah ilmu yang Ittibaurrasul (mencontoh Rasulullah) sesuai pemahaman generasi terbaik yang terdahulu (salafusshalih), itu adalah tugas pokok dan wajib. Jika kita berilmu niscaya kita akan mengetahui bahwa mencukur alis (an-namishah), tatto (al-wasyimah), mengikir gigi (al-mutafallijah) ataupun trend zaman sekarang seperti menyambung rambut asli dengan rambut palsu (al-washilah) adalah haram karena perbuatan-perbuatan tersebut termasuk merubah ciptaan Alloh.

Aturan-aturan syari’at adalah seperangkat aturan yang lengkap dan universal, sehingga keinginan untuk mempercantik diri seyogyanya dengan tetap berpedoman pada kaidah-kaidah syara’ sehingga kecantikan kita tidak mendatangkan petaka dan dimurkai Alloh.

Apalah gunanya cantik tapi hati tidak tentram atau cantik tapi dilaknat oleh Alloh dan rasul-Nya, toh kecantikan fisik tidak akan bertahan lama, ia semu saja. Ada yang lebih indah dihadapan Alloh, Rabb semesta alam, yaitu kecantikan hati yang nantinya akan berdampak pada mulianya akhlaq dan berbalaskan surga. Banyak-banyaklah introspeksi diri (muhasabah), kenali apa-apa yang masih kurang dan lekas dibenahi. Jangan ikuti langkah-langkah syaitan dengan melalaikan kita pada tugas utama karena memoles kulit luar bukanlah hal yang gratis, ia butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bukankah menghambur-hamburkan uang (boros) adalah teman syaitan?. JADI, mari kita ubah sedikit demi sedikit mengenai paradigma kecantikan.

Faham Syari’at = CANTIK
Tidak Faham Syari’at = Tidak CANTIK sama sekali!
Bagaimana? setuju?.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ’alaihi Wa sallam bersabda:

”Innallaha la yanzhuru ila ajsamikum wa la ila shuwarikum walakin yanzhuru ila qulubikum”

”Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik kalian dan rupa kalian akan tetapi Allah melihat hati dan kalian” (HR. Muslim)

Mari kita simak syair indah dibawah ini:

Banyak lebah mendatangi bunga yang kurang harum
Karena banyaknya madu yang dimiliki bunga
Tidak sedikit lebah meninggalkan bunga yang harum karena sedikitnya madu

Banyak laki-laki tampan yang tertarik dan terpesona oleh wanita yang kurang cantik Karena memiliki hati yang cantik
Dan tidak sedikit pula wanita cantik ditinggalkan laki-laki karena jelek hatinya

Karena kecantikan yang sejati bukanlah cantiknya wajah tapi apa yang ada didalam dada
Maka percantiklah hatimu agar dicintai dan dirindukan semua orang.

Wallahu ‘alam bisshowab (ummu Zahwa).
Syair
05.09 | Author: Iky ^_^ Chan
.:Puisi dan Syair:.

Syair Ali Bin Abi Thalib

Awal peristiwa dari pandangan mata,
Laksana setitik bara api,
Saat mata mengembara,
Laksana jilatan api,
Perlahan namun pasti,
Menerkam semua pemandangan,
Merasuk pikiran terbayang – bayang,
Hasrat pasti mewujudkan impian,
Bermain – main mereguk kesenangan,
Berbuah gemilang dosa

Syair Rabi’ah Al-Adawiyah

Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu,
Maka bakarlah aku dengan api jahanam.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga-Mu,
Maka haramkanlah aku memasukinya.
Namun jika aku beribadah kepada-Mu karena cinta kepada-Mu saja,
Maka janganlah engkau haramkan aku untuk menyaksikan wajah-Mu.
Duhai Tuhan, jadikanlah neraka itu untuk musuh-musuh-Mu,
Dan surga untuk para kekasih-Mu,
Sedangkan untuk aku, cukup Engkau saja,
Ya Rabb ………


Syair Rabi’ah Al-Adawiyah

Wahai Kegembiraanku,
Wahai Cita-citaku,
Wahai Tiang Penyanggaku,
Wahai penghiburku,
Wahai Persiapanku,
Wahai Yang Menjadi Tujuanku,
Engkaulah ruh hatiku,
Engkaulah harapanku,
Engkaulah penghiburku,
Rindu kepada-Mu adalah bekalku
Jika Engkau meridhai aku,
Wahai harapan hatiku
Telah Nyata kebahagiaanku

Syair Ali Ibnu Abdul Aziz

Wahai orang yang berselimut kebahagiaan teruslah meneteskan air mata
Menangislah dalam ketertawaan awan yang mencekam jiwa
Dunia penuh dengan aroma kebahagiaan, keindahan dan kedamaian
Berjuta cita – cita menyejukkan akal pikiran
Ketenangan, kenikmatan dan kebahagiaan selalu kurasakan
Setelah kuharamkan diri dari kemaksiatan
Diriku masih condong kepada hingar bingar nafsu birahi dari kehinaan
Telah kusiapkan untuk perbaikkan
Dia berkata, “inilah minumanmu,”
Kujawab, “aku telah melihatnya,”
Tetapi jiwa yang lepas membawa kehausan yang merana
Rona kehidupan dunia tak pernah lepas dari noda dan dosa
Pertanyaan selalu membayangi mereka, apa dan kenapa dirinya ada
Diriku telah menjadi orang hina dan nista, hingga tak berdaya
Aku telah mengadu kepada jiwa yang memancarkan ketenangan dan kemuliaan
Setiap kilauan menggetarkan nyali nadiku
Tak semua orang di dunia ini mensyukuri nikmat dari Tuhanku

Bila cinta memanggilmu, turutilah bersamanya

Kendati jalan yang mesti engkau sangat keras dan terjal
Ketika sayap-sayapnya merangkulmu, maka berserah dirilah padanya
Sekalipun pedang-pedang yang bersemayam di balik sayap-sayap itu barangkali akan melukaimu
Ketika ia bertututr kepadamu, maka percayalah padanya
Wlalaupun suaranya akan memporandakan mimpi-mimpimu laksana angin utara yang meluluh-lantakkan tetanaman
Cinta akan memahkotai dan menyalibmu
Menyuburkan dan mematikanmu
Membubungkanmu terbang tinggi, mengelus pucuk-pucuk rerantinganmu yang lentik dan menerbangkanmu ke wajah matahari
Namun cinta juga akan mencekik dan menguru-uruk akar-akarmu sampai tercabut dari perut bumi
Serupa dengan sekantong gandum, cinta menyatukan dirimu dengan dirinya
Melolosmu sampai engkau bugil bulat
Mengulitimu sampai engkau terlepas dari kulit luarmu
Melumatmu untuk memutihkanmu
Meremukkanmu sampai engkau menjelma liat
Lantas,
Cinta akan membopongmu ke kobar api sucinya
Sampai engkau berubah menjadi roti yang disuguhkan dalam suatu jamuan agung kepada Tuhan
Cinta melakukan semua itu hanya untukmu sampai engkau berhasil menguak rahasia hatimu sendiri
Agar dalam pengertianmu itu engkau sanggup menjadi bagian dari kehidupan
Jangan sekali-kali engkau ijinkan ketakutan bersemayam di hatimu
Supaya engkau tidak memperbudak cinta hanya demi meraup kesenangan
Sebab memang akanjauh lebih mulia bagimu
Untuk segera menutupi aurat bugilmu dan meninggalkan altar pemujaan cinta
Memasuki alam yang tak mengenal musim
Yang akan membuatmu bebas tersenyum, tawa yang bukan bahak, hingga engkaupun akan menangis, air mata yang bukan tangisan
Cinta tak akan pernah menganugerahkan apa pun kecuali wujudnya sendiri
Dan tidak sekali-kali menuntut apapun kecuali wujudnya sendiri itu pula
Cinta tidak pernah menguasai dan tidak pernah dikuasai
Lantaran cinta terlahir hanya demi cinta
Manakala engkau bercinta, jangan pernah tuturkan “Tuhan bersemayam di dalam lubuk hatiku.”
Namun ucapkanlah “Aku tengah bersemayam di dalam lubuk hati Tuhan.”
Jangan pula engkau mengira bahwa engkau mampu menciptakan jalanmu sendiri.
Sebab hanya dengan seijin cintalah jalanmu akan terkuak
Cinta tidak pernah mengambisikan apapun kecuali pemuasan dirinya sendiri
Tetapi bila engkau mencintai dan terpaksa mesti menyimpan hasrat, maka jadikanlah hasratmu seperti ini:
Melumatkan diri dan menjelma anak-anak sungai yang gemericik mengumandangkan tembang ke ranjang malam
Memahami nyerinya rasa kelembutan
Berdarah oleh pandanganmu sendiri terhadap cinta
Menanggung luka dengan hati yang penuh tulus nan bahagia
Bangkit di kala fajar dengan hati mengepakkan sayap-sayap
Dan melambaikan rasa syukur untuk limpahan hari yang berbalur cinta
Merenungkan muara-muara cinta sambil beristirahat di siang hari
Dan kembali di kala senja dengan puja yang menyesaki rongga hati
Lantas, engkaupun berangkat ke peraduanmu dengan secarik doa
Yang disulurkan kepada sang tercinta di dalam hatimu
Yang diiringi seuntai irama pujian yang meriasi bibirmu.

*Kahlil Gibran*

“Kemarilah, kekasihku. Kemarilah Layla, dan jangan tinggalkan aku. Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah daripada cinta… Engkau telah membebaskanku, Layla, dari siksaan gelak tawa dan pahitnya anggur itu. Izinkan aku mencium tanganmu, tangan yang telah memutuskan rantai-rantaiku. Ciumlah bibirku, ciumlah bibir yang telah mencoba untuk membohongi dan yang telah menyelimuti rahasia-rahasia hatiku. Tutuplah mataku yang meredup ini dengan jari-jemarimu yang berlumuran darah. Ketika jiwaku melayang ke angkasa, taruhlah pisau itu di tangan kananku dan katakan pada mereka bahwa aku telah bunuh diri karena putus asa dan cemburu. Aku hanya mencintaimu, Layla, dan bukan yang lain, aku berpikir bahwa tadi lebih baik bagiku untuk mengorbankan hatiku, kebahagiaanku, kehidupanku daripada melarikan diri bersamamu pada malam pernikahanmu. Ciumlah aku, kekasih jiwaku… sebelum orang-orang melihat tubuhku… Ciumlah aku… ciumlah, Layla…” (Kahlil Gibran)

(Syair Rabi,ah Al Adawiyah)

Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu,
Hingga tak ada sesuatupun menggangguku dalam jumpa-Mu,

Tuhanku, bintang-bintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istanapun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malam pun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kauterima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak hingga aku dihimpit duka
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalu kulakukan
Selama Kauberi aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu
Andai Kauusir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu.
Topeng Emansipasi
05.02 | Author: Iky ^_^ Chan

Ukhti yang semoga dirahmati Allah, sudah tidak asing terdengar di telinga kita bahwa baiknya wanita akan menjadi kunci kebaikan umat. Peran dan partisipasi seorang wanita adalah suatu hal yang sangat penting. Wanita laksana pedang bermata dua, jika ia baik dan menunaikan tugas-tugas utamanya sesuai dengan yang Allah gariskan maka ia bagaikan batu-bata yang baik bagi bangunan masyarakat Islam. Namun jika ia telah menyimpang dari syari’at yang Allah tetapkan, maka ia ibarat pedang yang akan merusak dan menghancurkan umat.

Emansipasi Wanita

Musuh-musuh Islam sangat paham bahwa peran wanita muslimah sangat penting dalam membangun masyarakat Islam. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha menyerang Islam melalui kaum wanitanya. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menghancurkan wanita muslimah melalui “emansipasi”. Mereka menamakan emansipasi sebagai gerakan yang membebaskan wanita dari kezhaliman dan untuk memenuhi hak-hak mereka secara adil (menurut mereka) –dengan slogan toleransi, kebebasan wanita, persamaan gender, dan sebagainya.

Namun ketahuilah wahai Saudariku, emansipasi tumbuh dari sistem sekuler yang memisahkan antara kehidupan dan nilai agama. Mereka menginginkan wanita menjadi pesaing bagi laki-laki dan memperebutkan kedudukan dengan kaum laki-laki. Wanita dalam konsep mereka ibarat barang dagangan yang dipajang di etalase, yang siap dijadikan tontonan bagi para hamba syahwat dan menjadi budak nafsu mereka. Na`udzubillah, mereka juga berusaha menjauhkan wanita dari hijab dan rumah-rumah mereka, mengabaikan pengasuhan anak dengan mengatakan bahwa mengasuh anak tidak mendatangkan materi, membunuh kreatifitas dan menghambat potensi sumber daya manusia kaum wanita. Coba kita perhatikan, betapa menyedihkannya pemikiran mereka ini yang memandang baik buruknya kehidupan dari sudut pandang materi.

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan syubhat-syubhat (kerancuan) yang mereka lontarkan. Mungkin secara sepintas, wacana emansipasi mampu menjawab problematika wanita dan mengangkat harkatnya tapi tidaklah mungkin itu diraih dengan mengorbankan kehormatan dan harga diri wanita. Sungguh, tak akan bisa disatukan antara yang haq dengan yang bathil. Mereka tidaklah ingin membebaskan wanita dari kezhaliman tetapi sesungguhnya merekalah yang ingin bebas menzhalimi wanita!!!

Wanita Dalam Islam

Islam benar-benar memperhatikan peran wanita muslimah, karena di balik peran mereka inilah lahir pahlawan dan pemimpin agung yang mengisi dunia dengan hikmah dan keadilan. Wanita begitu dijunjung dan dihargai perannya baik ketika menjadi seorang anak, ibu, istri, kerabat, atau bahkan orang lain.

Saat menjadi anak, kelahiran anak wanita merupakan sebuah kenikmatan agung, Islam memerintahkan untuk mendidiknya dan akan memberikan balasan yang besar sebagaimana dalam hadits riwayat `Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

“Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak wanita lalu bersabar menghadapi mereka dan memberi mereka pakaian dari hasil usahanya maka mereka akan menjadi penolong baginya dari neraka.” (HR. Ibnu Majah: 3669, Bukhori dalam “Adabul Mufrod”: 76, dan Ahmad: 4/154 dengan sanad shahih, lihat “Ash-Shahihah: 294).

Ketika menjadi seorang ibu, seorang anak diwajibkan untuk berbakti kepadanya, berbuat baik kepadanya, dan dilarang menyakitinya. Bahkan perintah berbuat baik kepada ibu disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak tiga kali baru kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan perintah untuk berbuat baik kepada ayah. Dari Abu Hurairah berkata,

“Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk menerima perbuatan baik dari saya?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah kembali menjawab, ‘Ibumu,’ lalu dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Bapakmu.’” (HR. Bukhori: 5971, Muslim: 2548)

Begitu pun ketika menjadi seorang istri, Islam begitu memperhatikan hak-hak wanita sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat-19 yang artinya:

“…Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik…”

Dan saat wanita menjadi kerabat atau orang lain pun Islam tetap memerintahkan untuk mengagungkan dan menghormatinya. Banyaknya pembahasan tentang wanita di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menunjukkan kemuliaan mereka. Karena sesuatu yang banyak dibahas dan mendapat banyak perhatian tentunya adalah sesuatu yang penting dan mulia. Lalu masih adakah yang berani mengatakan bahwa Islam menzhalimi wanita?!

Wahai ukhti, demikianlah syari’at Islam menempatkan wanita di singgasana kemuliaan. Adapun di zaman sekarang, kenyataan yang terjadi di masyarakat sungguh jauh dari itu semua. Penyebabnya tidak lain adalah karena jauhnya umat Islam dari pemahaman yang benar terhadap agama mereka. Seringkali ada orang yang menjadikan kesalahan orang lain sebagai hujjah (argumentasi) baginya untuk turut berbuat kesalahan yang sama. Terkadang pula orang-orang menilai syari’at Islam dari perilaku orang-orang yang menyatakan bahwa mereka beragama Islam, namun pada hakekatnya perilaku mereka belumlah menggambarkan yang demikian. Oleh karena itu wahai Saudariku, janganlah menjadikan perilaku manusia sebagai dalil. Jadikanlah Al-Qur`an dan Sunnah dengan pemahaman para shahabat sebagai petunjuk bagi kita. Sungguh kita berlindung kepada Allah dari butanya hati dan akal dari kebenaran. Wallahul musta’an.

Cinta Bukanlah Disalurkan Lewat Pacaran
04.34 | Author: Iky ^_^ Chan

Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.

Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”

Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.

Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan

Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada laki–laki yang beriman : ”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24]: 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24]: 31)

Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”

Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, ”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”

Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)

Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-

Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis

Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)

Meninjau Fenomena Pacaran

Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!

Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!

Mustahil Ada Pacaran Islami

Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”
Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.

Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nadzar (melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadang dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggak di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlalu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat.

Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah

Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”

Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan. [Muhammad Abduh Tuasikal]

10 Pintu Setan dalam Menyesatkan Manusia
04.29 | Author: Iky ^_^ Chan
Akhi-Ukhti, ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya. Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.

Pintu pertama:

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua:

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه
“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu ketiga:

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

Pintu keempat:

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits:

فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering lapar di hari kiamat nanti.” (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu kelima:

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

Pinta keenam:

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh:

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

Pintu kedelapan:

Yaitu mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya.

Pintu kesembilan:

Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.

Pintu kesepuluh:

Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.

Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya.

Ayah, Ibu… Biarkan Ananda Istiqomah
04.21 | Author: Iky ^_^ Chan
Duhai, betapa indahnya jika kita bisa membahagiakan orang tua kita. Orang tua yang telah membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Orang tua yang telah mendidik dan merawat kita sedari kecil. Orang tua yang telah mengerahkan segala yang mereka punya demi kebahagiaan kita, anak-anaknya. Terima kasihku yang tak terhingga untukmu wahai Ayah Ibu.


Allah berfirman, yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al Israa’ 23)

Alangkah bahagianya seorang anak yang bisa menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan mendapatkan dukungan dari orangtuanya.

Akan tetapi, bagaimana jika orang tua melarang kita melakukan kebaikan berupa ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya? Keistiqomahan kita, bahkan bagaikan api yang menyulut kemarahan mereka.

Di antara mereka bahkan ada yang menyuruh pada perbuatan yang dilarang Allah? Bagaimanakah seharusnya sikap kita?

Jika teringat kewajiban kita untuk berbakti pada mereka, terlebih teringat besarnya jasa mereka, berat hati ini untuk mengecewakan mereka. Sungguh hati ini tak tega bila sampai ada perbuatan kita yang menjadikan mereka bermuram durja.

Kaidah Birrul Walidain

Akhi-Ukhti, durhaka atau tidaknya seorang anak tetaplah harus dipandang dari kacamata syariat. Tak semua anak yang melanggar perintah orang tua dikatakan anak durhaka. Karena ketaatan pada orang tua tidak bersifat mutlak. Tidak sebagaimana ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya yang sifatnya mutlak.

Ada beberapa hal yang sering dianggap sebagai kedurhakaan pada orang tua, padahal sebenarnya bukan. Antara lain:

1. Anak menolak perintah orangtua yang melanggar syariat Islam

Pada asalnya, seorang anak wajib taat pada orangtuanya. Akan tetapi jika yang diperintahkan orang tua melanggar syariat, maka anak tidak boleh mentaatinya. Yaitu jika orang tua memerintahkan anak melakukan kesyirikan, bid’ah dan maksiat. Contoh konkritnya: orang tua memerintahkan anak memakai jimat, orang tua menyuruh ngalap berkah pada kyai A, orang tua menyuruh anak berjabat tangan dengan lelaki bukan mahrom, dll. Maka, saat sang anak menolak hal tersebut tidaklah dikatakan durhaka. Bahkan ini termasuk bakti kepada orang tua karena mencegah mereka dari perbuatan haram.

Allah berfirman yang artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Qs. Luqman: 15)

Namun, seorang anak hendaknya tetap menggunakan adab dan perkataan yang baik. Dan terus mempergauli dan mendakwahi mereka dengan baik pula.

2. Anak tidak patuh atas larangan orangtua menjalankan syariat Islam

Tidak disebut durhaka anak yang tidak patuh saat orangtuanya melarang sang anak menjalankan syariat Islam, padahal di saat itu orang tua sedang tak membutuhkannya (misal karena orang tua sedang sakit atau saat keadaan darurat). Contoh konkritnya: melarang anaknya shalat jama’ah, memakai jilbab, berjenggot, menuntut ilmu syar’i, dll.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah wajib mentaati makhluk yang memerintah agar maksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad). Dan di dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan pula bahwasanya ketaatan hanya dilakukan dalam perkara yang baik. Maka janganlah engkau melakukan perkara yang haram dengan alasan ingin berbakti pada orang tuamu. Tidak wajib bagimu taat pada mereka dalam bermaksiat pada Allah.

3. Orang tua yang marah atas keistiqomahan dan nasihat anaknya

Seorang anak wajib menasihati orang tuanya saat mereka melanggar syariat Islam. Apabila orang tua sakit hati dan marah, padahal sang anak telah menggunakan adab yang baik dan perkataan yang lembut, maka hal ini tidak termasuk durhaka pada orang tua.

Saat gundah menyapamu, …
Bagaimana ini, aku telah membuat orang tuaku marah? Padahal bukankah keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua (HR. Tirmidzi)?
Saudariku, marahnya orang tua atas keistiqomahan dan nasihat anak, tidaklah termasuk dalam hadits di atas. Hadits di atas tidak berlaku secara mutlak, kita tetap harus melihat kaidah birrul walidain.

Ingatlah saat Nabi Ibrahim menasihati ayahnya, “Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu durhaka kepada Allah Yang Maha Pemurah.” (Qs. Maryam: 44). Orang tua yang menolak kebenaran Islam kemudian mendapat nasihat dari anaknya, kemungkinan besar akan marah. Tapi sang anak tetap tidak dikatakan durhaka.

Saudariku, bila orangtuamu marah atas keistiqomahanmu, maka ingatkan dirimu dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang membuat Allah murka karena ingin memperoleh ridha manusia, maka Allah akan murka padanya dan Allah menjadikan orang yang ingin ia peroleh ridhanya dengan membuat Allah murka itu akan murka padanya. Dan siapa yang membuat Allah ridha sekalipun manusia murka padanya, maka Allah akan ridha padanya dan Allah menjadikan orang yang memurkainya dalam meraih ridha Allah itu akan ridha pula padanya, sampai-sampai Allah akan menghiasi si hamba dan menghiasi ucapan dan amalannya di mata orang yang semula murka tersebut.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Perhatikanlah hadits di atas! Ketika engkau menaati orang tuamu dalam bermaksiat pada Allah, agar orang tuamu ridha. Sedangkan sebenarnya Allah Murka padamu. Maka, bisa jadi Allah justru akan membuat orang tuamu tetap murka pula kepadamu. Meski engkau telah menuruti keinginan mereka.
Dan sadarkah engkau, saat engkau menuruti mereka dalam perbuatan maksiat pada Allah, maka sejatinya perintah mereka akan terus berlanjut. Tidakkah engkau khawatir Allah akan murka pada orangtuamu disebabkan mereka terus memerintahkanmu bermaksiat kepada-Nya.

Akhi-Ukhti, bukankah hati kedua orang tuamu berada di genggaman Allah. Maka, yang terpenting bagimu adalah berusahalah meraih ridha Allah dengan keshalihan dan keistiqomahanmu. Semoga dengan demikian Allah Ridha padamu. Semoga Allah menghiasi ucapan dan amalan kita sehingga orang tua kita pun -bi idznillah- akhirnya ridha kepada kita.

Akhlaq Mulia, Penarik Hati yang Banyak Dilalaikan

Ustadz Abdullah Zaen, Lc dalam bukunya 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah berkata, “Kerenggangan antara orangtua dan anak itu seringkali terjadi akibat ‘benturan-benturan’ yang terjadi dampak dari orang tua yang masih awam memaksa si anak untuk menjalani beberapa ritual yang berbau syirik, sedangkan si anak berpegang teguh dengan kebenaran yang telah ia yakini. Akhirnya yang terjadi adalah kerenggangan di antara penghuni rumah tersebut. Hal itu semakin diperparah ketika si anak kurang bisa mencairkan suasana dengan mengimbangi kesenjangan tersebut dengan melakukan hal-hal yang bisa membahagiakan orangtuanya. Padahal betapa banyak hati orang tua -bi idznillah- yang luluh untuk menerima kebenaran yang dibawa si anak bukan karena pintarnya anak beragumentasi, namun karena terkesannya sang orang tua dengan akhlak dan budi pekerti anaknya yang semakin mulia setelah dia ngaji!! Penjelasan ini sama sekali tidak mengecilkan urgensi argumentasi yang kuat, namun alangkah indahnya jika seorang muslim apalagi seorang salafi bisa memadukan antara argumentasi yang kuat dengan akhlak yang mulia!.”

Maka, akhlaq yang mulia adalah jalan terdekat menuju luluhnya hati orangtua. Anak adalah mutiara hati orang tua. Saat mutiara itu bersinar, hati orang tua mana yang tidak menjadi terang.

Percaya atau tidak. Kedekatanmu kepada mereka, perhatianmu, kelembutanmu, bahkan hanya sekedar wajah cerah dan senyummu di hadapan mereka adalah bagaikan sinar mentari yang menghangatkan hati mereka.

Sayangnya, banyak dari kita yang justru melalaikan hal ini. Kita terlalu sibuk dengan tuntutan kita karena selama ini orangtua-lah yang banyak menuruti keinginan kita. Seakan-akan hanya orangtua-lah yang wajib berlaku baik pada kita, sedang kita tidak wajib berbuat baik pada mereka. Padahal, kitalah sebagai anak yang seharusnya lebih banyak mempergauli mereka dengan baik.

Kita pun terlalu sibuk dengan dunia kita. Juga sibuk dengan teman-teman kita. Padahal orang tua hanya butuh sedikit perhatian kita. Kenapakah kita begitu pelit mengirimkan satu sms saja untuk menanyakan kabar mereka tiap hari? Sedangkan berpuluh-puluh SMS kita kirimkan untuk sekadar bercanda ria dengan teman kita.

Kemudian, beratkah bagi kita untuk menyenangkan mereka dengan hadiah? Janganlah engkau remehkan meski sekedar membawa pulang oleh-oleh seplastik singkong goreng kesukaan ayah atau sebungkus siomay favorit ibu. Harganya memang tak seberapa, tapi hadiah-hadiah kecil yang menunjukkan bahwa kita tahu apa kesukaan mereka, apa yang mereka tak suka, dan apa yang mereka butuhkan, jauh lebih berharga karena lebih menunjukkan besarnya perhatian kita.

Dakwahku, Bukti Cintaku Kepada Ayah Ibu…

Hakikat kecintaan kita terhadap seseorang adalah menginginkan kebaikan bagi dirinya, sebagaimana kita menginginkan kebaikan bagi diri kita sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sehingga dia mencintai bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, wujud kecintaan kita kepada orangtua kita adalah mengusahakan kebaikan bagi mereka.
Tahukah engkau kebaikan apa yang dimaksud?

Seorang ayah telah berbuat baik kepada anaknya dengan pendidikan dan nafkah yang diberikan. Sedangkan ibunya telah merawat dan melayani kebutuhan anak-anaknya. Maka sudah semestinya anaknya membalas kebaikan tersebut. Dan sebaik-baik kebaikan adalah mengajak mereka kepada kebahagiaan dan menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu.” (Qs. At Tahrim 6)

Akhi-Ukhti, jika engkau benar-benar mencintai orangtuamu, maka jadikanlah dakwahmu sebagai bakti terindahmu kepada mereka. Ingatlah lagi mengenai dakwah Nabi Ibrahim kepada orangtuanya. Bakti pada orang tua sama sekali tidak menghalangi kita untuk berdakwah pada mereka. Justru karena rasa cintalah, yang membuat kita menasihati mereka. Jika bukan kita, maka siapakah lagi yang akan mendakwahi mereka?

Apakah harus dengan mengajak mereka mengikuti kajian? Jika bisa, alhamdulillah. Jika tidak, maka sesungguhnya ada banyak cara yang bisa engkau tempuh agar mereka bisa mengetahui ilmu syar’i dan mengamalkannya.

Jadilah engkau seorang yang telaten dan tidak mudah menyerah dalam berdakwah kepada orang tuamu.
Ingatlah ketika engkau kecil. Ketika engkau hanya bisa tidur dan menangis. Orangtuamulah yang mengajarimu, mengurusmu, memberimu makan, membersihkanmu dan memenuhi kebutuhanmu. Ketika engkau mulai merangkak, kemudian berdiri, dengan sabar orangtuamu memegang tanganmu dan melatihmu. Dan betapa senangnya hati orangtuamu melihat langkah kaki pertamamu. Bertambah kesenangan mereka ketika engkau berjalan meski dengan tertatih-tatih. Saat engkau telah bisa berlari-lari, pandangan orangtuamu pun tak lepas darimu. Menjagamu dari melangkah ke tempat yang berbahaya bagimu.

Ketika engkau mulai merasa letih berdakwah, ingatlah bahwasanya orangtuamu telah membesarkanmu, merawatmu, mendidikmu bertahun-tahun tanpa kenal lelah.

Ya. Bertahun-tahun mereka mendidikmu, bersabar atas kenakalanmu… Maka mengapakah engkau begitu mudahnya menyerah dalam berdakwah kepada mereka? Bukankah kewajiban kita hanyalah menyampaikan, sedangkan Allah-lah Yang Maha Pemberi Hidayah. Maka teruslah berdakwah hingga datang waktunya Allah Membuka hati kedua orangtua kita.

Landasi Semuanya Dengan Ilmu

Seorang anak dengan sedikit ilmu, maka bisa jadi ia akan bersikap lemah dan mudah futur (putus asa) saat menghadapi rintangan dari orangtuanya yang sudah banyak makan garam kehidupan. Bahkan, ia tidak bisa berdakwah pada orang tuanya. Sedangkan seorang anak yang ilmunya belum matang, bisa jadi ia bersikap terlalu keras. Sehingga orangtuanya justru makin antipati dengan dakwah anaknya.

Maka, bekalilah dirimu dengan ilmu berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman salafush shalih. Karena dengan ilmulah seorang mampu bersikap bijak, yaitu mampu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Dengan ilmulah kita mengetahui hukum dari permasalahan yang kita hadapi dan bagaimana solusinya menurut syariat. Dengan ilmulah kita mengetahui, pada perkara apa saja kita harus menaati orang tua. Pada perkara apa sebaiknya kita bersikap lembut. Dan pada perkara apakah kita harus teguh layaknya batu karang yang tetap berdiri tegak meski berkali-kali dihempas ombak. Dan yang tidak kalah pentingnya kita bisa berdakwah sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.

Maka tidak benar jika saat terjadi benturan sang anak justru berputus asa dan tidak lagi menuntut ilmu syar’i. Padahal dia justru sangat butuh pada ilmu tersebut agar dapat menyelesaikan permasalahannya. Saat terjadi konflik dengan orang tua sehingga engkau kesulitan mendatangi majelis ilmu, usahakanlah tetap menuntut ilmu meski hanya sekedar membaca buku, mendengar rekaman kajian atau bertanya kepada ustadz. Dan segeralah kembali ke majelis ta’lim begitu ada kesempatan. Jangan lupa! Niatkanlah ilmu yang kau cari itu untuk menghilangkan kebodohan pada dirimu dan orang lain, terutama orangtuamu. Karena merekalah kerabat yang paling berhak atas dakwah kita.

Karena itu, wahai saudariku…
Istiqomahlah!
Dan bingkailah keteguhanmu dengan ilmu dan amal shalih
Hiasilah dirimu di depan orangtuamu dengan akhlaq yang mulia
Tegar dan sabarlah!
Tegarlah dalam menghadapi rintangan yang datang dari orangtuamu.
Dan sabarlah dalam berdakwah kepada orang tuamu
Tetap istiqomah dan berdakwah. Sambil terus mendoakan ayah dan ibu
Hingga saat datangnya pertolongan Allah…
Yaitu saat hati mereka disinari petunjuk dari Allah
insyaa Allah

Teriring cinta untuk ibu dan bapak…
Semoga Allah Mengumpulkan kita di surga Firdaus-Nya. Amiin.

Ada Apa dengan Akhwat & Ikhwan??
02.41 | Author: Iky ^_^ Chan

Akhwat...Akhwat..

Akhwat? Mangnya ada apa sama akhwat?
Ga da apa-apa sih...cuman....
Kagum aja...

Wat, kamu ga gerah ya? Pake jilbab kok panjang-panjang amat?
Akhwat bilang menutup aurat.
Tapi wat, biar begitu aku jadi hormat.

Kata temen2, kamu jg ga pake kosmetik gono gini ya wat?
Ga takut dibilang jelek wat?
Apa?! Cukup dengan wudhu, wajah U jd sehat?
Tapi, mang bener sih. Keliatannya cerah meskipun lg nongol sang jerawat.
Di jidat si akhwat

Setiap aq ngeliat, kamu selalu terlihat bersemangat.
Pada gerak si akhwat, keceriaan tersirat.

Wat, ke mana siang2 bgini? Panas menyengat...
Hah?!! Menyelamatkan ummat? (maksudnya; ngaji, belajar; beramal; trus da’wah deh).

Tapi si akhwat ga pernah ngerasa berat.
Kok bisa gitu wat?
Ohh...ternyata tiap malem kamu sholat...

Senyum sumringah si akhwat akhir-akhir ini slalu terlihat
Ada apa sama si akhwat?
Wah...akhirnya si akhwat akan menjadi ummahat!!
Selamat...Selamat...

(by: Said Ridho Abdillah)

Ikhwan...Ikhwan...

Ikhwan? Mangnya ada apa sama ikhwan?
Ga ada apa-apa sih....cuman...
Salut aja....

Wan, ngapain sih tunduk2 gitu kalo jalan?
Duit kamu hilang?
Oh, ternyata si ikhwan cuma mau menjaga pandangan.
Truz, koq ga mau salaman sama perempuan?
Kata ikhwan, agamanya melarang lawan jenis bukan muhrim bersentuhan.
Ooh, begitu ya wan..

Kamu juga dikenal sebagai makhluk yang anti pacaran.
Kenapa sih wan?
Apa?! Pacaran itu dilarang??!
Masa iya sih wan?
Ikhwan bilang, “lebih enak pacaran setelah pernikahan,
ga dapet dosa, malah dapet ganjaran.”
Wah, asyik tuh wan..!

Umm...jangan marah ya wan...
Aku pernah denger selentingan,
Kata orang, penampilanmu itu rada kampungan.
Trus, kamu juga dibilang kuper alias kurang pergaulan.
Ups! Sorry ya wan...
“Biar aja dibilang kampungan, yang penting otak briliyan,
lebih baik dibilang kuper (kurang pergaulan)
daripada dicap kuber alias kurang beriman.”
Begitu jawab si ikhwan.
Ooo....

Tapi wan, koq kamu pake celana cingkrang?
Hah?! Isbal (memanjangkan celana sampe bawah mata kaki) itu di larang??!
Eh, jenggot di dagumu juga semakin panjang.
Trus, kenapa tuh ada stempel di jidat kamu wan?
Ooh...pantesan...
Qiyamullail jadi kebiasaan
Shalat jama’ah di masjid ga ketinggalan
Hafalan Qur’an jadi kebutuhan
Shoum sunnahnya juga gak telewatkan
Ma’tsurat-an pagi petang
Apalagi tilawah quran...
Wuiiiih...kagak pernah bosan!
Salut deh wan!

Eh, wan. Denger2 kamu mau pergi berjuang?
Ke mana sih wan?
Apa?! Ke medan pertempuran??!
Apa gak takut nyawamu melayang?
Kata si ikhwan, “ ’isy kariiman au mut syahiidan!”
Hmm...ini baru namanya militan.

Oh ya wan, akhir2 ini aq sering ngeliat kamu senyam-senyum sendirian.
Cari maisyah(penghasilan) pun jadi giaaat tenan.
Ada apa dengan si ikhwan?
Wah...ternyata bentar lagi ikhwan mau walimahan!!
Barakallah, Barakallah ya wan...!!

By: Khaleeda

Nah, ini dia tulisan lucu dari teman blog kita, akhi-ukhti...
Modern Dalam Gelombang Jahiliyah Modern
02.33 | Author: Iky ^_^ Chan
MediaMuslim.Info - Inilah wajah kampung halaman kita. Telah menjadi kebanggaan syetan-syetan di depan Iblis. Mungkinkah kita lupa! Syetan dan Iblis itu adalah musuh bebuyutan bani adam yaitu seluruh yang berbangsa manusia, lalu kenapa malah sebagian manusia menyembah-nyembah dengan aneka cara dan dengan mengikuti petunjuknya yang menuju ke neraka.

Sekarang ini televisi sudah berani sekali merusak moral bangsa dengan aneka tayangan. Adegan yang berlabel Islam, namun penuh dengan pengrusakan aqidah Islam bahkan berupa kepalsuan dan penghinaan terhadap syariat Islam. Adegan ciuman dan bahkan lebih dari itu sudah merupakan menu setiap saat. Belum lagi VCD porno (yang menurut mereka karya seni) yang beredar di mana-mana. Masih ditambah lagi dengan aneka majalah, tabloid dan bacaan yang porno lagi menjijikkan plus menyesatkan aqidah.

Semua itu dijajakan secara terang-terangan dan besar-besaran, bahkan kadang dipampang di dekat Masjid, rumah Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Kalau dulu zaman jahiliyah orang-orang musyrikin memajang berhala-berhala di sekitar Ka’bah (berhala-berhala ini umumnya patung-patung orang sholeh), maka sekarang manusia-manusia jahiliyah modern memajang gambar-gambar porno dan tak sopan di dekat-dekat masjid, di pinggir-pinggir jalan, di tempat-tempat strategis, dan di kamar-kamar, bahkan ruang tamu. Sebagian remaja Islam merasa malu apabila di dalam kamarnya tidak dipajang poster-poster artis, pemain bola dan sebagainya. Para aktifis Islam pun, tidak sedikit yang memajang poster-poster penyanyi-penyanyi ”Islam”, ustadz/ustadzah idola (sungguh hal yang memilukan hati). Bahkan poster yang tidak sedikit memperlihatkan aurat tersebut, secara sengaja atau tidak sengaja pada hakikatnya secara tidak langsung ataupun langsung telah dijadikan sebuah berhala era modern. Mereka sangat mengelu-elukannya dan memimpikannya.

Sungguh fenomena luar biasa. Benar-benar jahiliyah modern. Televisi dan VCD yang berisi gambar-gambar porno pun dipajang di kamar-kamar, bahkan kamar tidur. Ini seperti orang-orang musyrikin menyimpan benda-benda yang dikeramatkan yang dianggap sebagai memberikan keamanan kepada mereka.

Keadaan ini pantas dibanggakan di depan Sang Iblis yang setiap saat menyeleksi syetan-syetan yang melapor padanya atas dahsyatnya tipu daya yang dilakukan syetan terhadap manusia.

Yang lebih luar biasa lagi adalah sebagian penjahat, artis dan masyarakat bahkan para pejabat berbondong-bondong tunduk di kaki para dukun atau istilah modern-nya paranormal. Sedang para dukun/paranormal makin cengengesan (tertawa tanpa aturan) dengan aneka paket tipuan. Ada yang membuat istilah pengobatan alternatif, kontak jarak jauh, supranatural, susuk asmara, paranormal ampuh dan aneka macam tetek bengek istilah yang mereka tipukan pada masyarakat. Padahal hakekatnya adalah sama saja, mereka itu adalah biang para perusak bangsa ini.

Sulit diatasi kecuali mengembalikan umat ke jalan Islam yang shohih secara kaffah. Bagaimana tidak sulit, pihak keamanan yang harusnya menjadi pengayom penegakkan kebenaran dan keadilan (Adil dan Benar itukan menurut Alloh bukah menurut manusia atau thoghut) justru ikut-ikutan antri ke dukun, sedang para punggawa sampai pejabat tinggi sudah banyak yang tunduk pada dukun, maka pada dasarnya negeri ini adalah mainan syetan. Karena dukun adalah wali (kekasih, teman komplot) syetan.

Kenapa syetan-syetan yang sebenarnya adalah musuh manusia itu malah di mintai tolong untuk menyantet, untuk menghidup suburkan kemaksiatan, untuk menegakkan hukum thoghut, dan untuk membantu dalam menolak ditegakkannya syari’at Islam?

Bukankah kita masih mengaku sebagai Muslim? Bahkan marah kalau ada yang menyindir seperti; “Saya memakai jilbab karena saya Muslim, saya menutup aurat karena saya Muslim” Lalu lawan bicaranya sedikit sebal dengan berkata “Saya Juga Muslim Bu!!!”

Sadarkah kita!, Selama ini mungkin mulutmu sering jadi corong syetan. Tangan sering menjadi senjata syetan dalam menggencet muslimin. Otak sering jadi penebar ideologi syetan dalam menghalangi syari’at Islam. Sedang darah dan daging mungkin memang dijadikan dari makanan yang dihasilkan bersama-sama syetan atau dengan cara yang dicanangkan syetan. Ini bukan tuduhan, tetapi sekadar mengingatkan, kepada diri saya sendiri dan kepada jama’ah sekalian. Kita ini perlu muhasabah, mengoreksi diri. Kenapa kita sudah terlalu jauh rusaknya seperti ini.

Kita meminta kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar memberi hidayah kepada kita semua dan memberi taufik kepada kaum muslimin seluruhnya, para pemerintah dan rakyatnya untuk kembali ke jalan yang Haq, memerangi syetan dan berhati-hati dari padanya, serta merasa cukup dengan apa-apa yang telah disyariatkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya pada segala perkara di muka bumi ini yang sesuai dengan syariat karena Dia-lah yang berkuasa atasnya. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab

Mush’ab bin Umair Radiyallahu ‘anhu
02.27 | Author: Iky ^_^ Chan
MediaMuslim.Info - Mush”ab bin Umair adalah seorang pemuda yang tampan berasal dari keluarga kaya raya. Dalam kehidupannya ia banyak memiliki limpahan harta, dimanja secara berlebihan, menjadi pujaan banyak gadis, berotak cemerlang dan memiliki nama yang harum di seantero kota Mekah. Selain itu, ia adalah pusat perhatian dalam setiap pertemuan, dimana setiap anggota majelis dan teman-temannya selalu mengharapkan kehadirannya untuk memecahkan berbagai persoalan karena kecermelangan otaknya.

Sampai suatu hari, terbetik kabar tentang Muhammad Al-Amin yang menyatakan diri sebagai utusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk menyampaikan agama yang benar. Kian hari kabar itu kian santer di kalangan warga Mekah, dan sampai juga di telinga Mush’ab. Mush’ab tergerak hatinya untuk menyelidiki kebenaran berita tersebut. Melalui usahanya, makin banyaklah berita yang ia ketahui, termasuk dimana Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya mengadakan pertemuan rutin, yakni di tempat suci di bukit Shafa, di kediaman Arqam bin Abil Arqam guna menghindari ancaman kaum Quraisy. Di tempat ini Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau berkumpul dan beribadah kada Allah serta mempelajari ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Dengan semangat dan tekad bulat, suatu hari diikutinya rombongan mereka menuju kediaman Arqam. Seperti tersebut dalam riwayat, baru sekejap mata Mush’ab mengambil tempat duduknya, terdengar olehnya Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan kekhusyu’an yang mendalam. Tergetarlah dada Mush’ab oleh pesona yang begitu agung, keharuan yang begitu mendalam dan kebahagiaan yang nyaris sempurna, sehingga membuatnya hampir terlonjak ketika menghampiri Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam.

Namun dengan penuh kebijakan dan rasa kasih sayang, Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam mengurut dada pemuda Quraisy itu dengan tangan beliau nan halus. Maka menjadi terasa teduh batin pemuda yang tengah bergejolak hatinya oleh rasa itu. Selanjutnya, pada hari itu juga, masuklah Mush’ab bin Umair kedalam agama Islam dengan hati mantap dan keyakinan penuh.

Walaupun demikian, tidak semuanya berjalan sempurna. Salah satu sandungan terberat yang dialaminya, setelah masuk Islam adalah dari ibu kandungnya sendiri, yakni Khunas binti Malik. Kharisma dan kekerasan jiwa sang ibu, untuk sementara waktu membuat Mush’ab memnyembunyikan keislamannya, sampai kemudian hari Allah menghendakinya.

Demikianlah, sekian lama ia berusaha menutupi rahasia, sekian lama ia berusaha menutupi rahasia itu. Tetapi kota mekah begitu banyak menyimpan mata, apa lagi dalam suasana seperti kala itu. Setiap gerak muslim pasti tak luput dari perhatian. Akhirnya, berita keislaman Mush’ab sampai juga ketelinga ibundanya. Berita itu didapat dari seseorang bernama Utsman bin Thalhah yang melihat dengam mata kepala sendiri, bahwa Mush’ab sering kerumah Arqam secara sembunyi-sembunyi. Bahkan suatu saat, dilihatnya Mush’ab shalat berjama’ah bersama Rasul dan para Sahabatnya beliau.

Betapa murka hati sang ibu, lalu dipanggilnya Mush’ab untuk segera menghadapnya. Di hadapan ibunya, saudara-saudaranya,dan para pembesar Mekah kala itu, Mush’ab berdiri tegar seraya memperdengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk menyentuh hati nurani mereka. Namun apa mau dikata, hati sang ibu dan semua yang ada disitu tak sedikitpun tergugah. Bahkan sang ibu nyaris menampar muka anaknya, kalaulah tidak melihat cahaya penuh wibawa memancar dari wajah putra terkasihnya itu. Tetapi tak urung, si anak dibawanya juga kesebuah kamar terpencil dalam rumahnya, dan dikurungnya rapat-rapat.

Sampai akhirnya ketika Mush’ab mendengar banyak kaum muslimin berhijrah ke Habasyah, ia berhasil meloloskan diri dengan cara memperdaya sang ibu dan para pengawalnya.

Mush’ab berlari dan menyembunyikan diri di Habasyah bersama rekan-rekannya seperjuangan dengan menghadapi berbagai rintangan dan cobaan silih berganti. Namun ia sangat bangga dan bersyukur, karena dapat mengikuti pola hidup yang diajarkan oleh Rasul, walaupun sebagai resikonya ia harus meninggalkan kemewahan yang selama ini menaungi kehidupannya. Ia harus menanggalkan pakaian indah miliknya dan menggantinya dengan pakaian yang lusuh, usang dan penuh tambalan.

Hingga pada suatu hari, mata setiap orang basah dibuatnya, karena menyaksikan perubahan pada dirinya yang demikian drastis, yakni ketika ia hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri juga oleh Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam sendiri menatapnya dengan rasa syukur, dan dengan penuh arti beliau bersabda, yang artinya: “Dahulu kukenal Mush’ab ini pemuda yang tidak ada imbangnya dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Namun kemudian semua itu ditinggalkan demi Allah dan Rasul-Nya”

Tatkala sang ibu menangkapnya kembali sepulang dari Habasyah, ketika itu pula Mush'ab bertemu untuk berpisah dengan sang ibunda selama-lamanya. Keteguhannya membuat sang ibu putus asa. Sampai detik terakhir, Mush’ab masih terus menasehati ibunya bahwa tidak ada yang berhak di sembah secara benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tidak juga membuahkan hasil. Justru hati si ibu semakin murka, akhirnya dengan berlinang air mata, terpaksa dihapusnya juga nama Mush’ab dalam hatinya sebagai anak kandungnya tercinta… Maka berpisahlah kedua anak dan ibu tersebut.


Subhanallah, perjuangan Mujahidin yang bernama Mush'ab Bin Umair ini patut kita teladani yaa akhi-ukhti ^-^
Ikatan itu Bernama Ukhuwah
02.06 | Author: Iky ^_^ Chan
Pada suatu hari, Rasulullah bersabda pada para sahabatnya : “Seorang lelaki menziarahi saudaranya karena Allah. Lalu Allah mengutus malaikat untuk menanyakan, “Hendak kemana kamu?” Ia menjawab, “Aku hendak mengunjungi saudaraku si Fulan.” Malaikat bertanya. “Karena suatu keperluanmu yang ada padanya?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Karena kekerabatan antara dirimu dan dia?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Karena nikmat yang telah diberikannya padamu?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Lalu karena apa?” Ia menjawab, “Aku mencintainya karena Allah.” Malaikat berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk menemuimu dan memberitahukan bahwa Dia mencintaimu karena cintamu padanya, dan Dia telah memastikan surga untukmu.” (HR. Muslim).

Akhi-ukhti, sungguh berharga imbalan yang diberikan Allah pada orang-orang yang saling mencintai karena-Nya. Harga itu sangatlah pantas, karena rasa cinta yang berbalut dengan ukhuwah, bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Ukhuwah tidak sesederhana yang sering dipoleskan dalam aktivitas dakwah kita selama ini.

Akhi-ukhti, ada baiknya kita kaji sejenak, bagaimana seseorang dengan seorang yang lainnya berada dalam satu ikatan bernama ukhuwah.

Pertama, berkaitan dengan harta. Persaudaraan antara dua orang menuntut adanya empati dalam kesusahan dan kesenangan, partisipasi dalam urusan dunia dan akhirat, dan lenyapnya ‘privasi’ dan egoisme. Mereka mencampur harta mereka tanpa membedakan sebagiannya dari sebagian yang lain. Akan sangat dipertanyakan, jika mereka masih mengatakan, ‘Sandalku’, karena ia masih menyebutkan dirinya yang memiliki barang itu. Ali bin al-Husain ra berkata pada seseorang, “Apakah salah seorang diantara kamu memasukkan tangannya ke dalam kantong saudaranya lalu mengambil apa yang diinginkannya tanpa seijinnya?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Ali bin al-Husain berkata, “Kalau begitu, kalian bukanlah orang-orang yang bersaudara.” Oleh karena itu infaq kepada saudaranya lebih utama daripada shodaqoh pada fakir miskin. Ali pernah berkata, “Sungguh, duapuluh diram yang aku berikan kepada saudaraku karena Allah lebih aku sukai ketimbang aku bershadaqah seratus dirham kepada fakir miskin.”

Kedua, berkaitan dengan memberi bantuan dengan jiwa dibanding kebutuhan sendiri. Tingkatan yang paling rendah adalah, memenuhi permintaan pada saat diminta dan ketika dia mampu maka disertai dengan wajah yang berseri-seri dan menunjukkan rasa senang. Pada tingkatan tertinggi, seorang saudara akan berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, sehingga tidak sampai meminta-minta dan menampakkan keperluannya akan bantuan. Kemudian berusaha menambah, mengutamakan dan mendahulukannya ketimbang kerabat dan anak-anak. Al Hasan pernah berkata, “Saudara kami lebih kami cintai ketimbang keluarga dan anak-anak kami. Karena keluarga mengingatkan kami kepada dunia, sedangkan saudara mengingatkan kami pada akhirat.”

Ketiga, berkaitan dengan lidah yaitu diam. Diam yang dimaksudkan adalah tidak menyebutkan aibnya ketika saudaranya tidak ada dihadapannya tapi melupakannya, tidak mencari tahu dan menanyakan tentang keadaannya karena ia berkeberatan untuk menyebutkannya atau perlu berdusta untuk menjelaskannya, tidak mengungkapkan rahasianya sekalipun telah terputus dan tidak akrab lagi, tidak mencela orang-orang yang dicintainya, tidak menceritakan celaan orang lain terhadap dirinya. Sebagaimana harus diam tidak menyebutkan keburukan saudara dengan lidah, demikian pula harus diam, tidak menyebutkannya dengan hati, yaitu prasangka buruk padanya. Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Janganlah kalian mencari-cari, janganlah kalian memata-matai, dan janganlah kalian saling memutusan hubungan, janganlah kalian saling membuat makar, dan jadilah kalian hamba-hamba yang bersaudara.” Ketahuilah Akhi-ukhti, bahwa persaudaraan itu dilakukan dengan adaptasi dalam ucapan, perbuatan dan kepedulian.

Keempat, berkenaan dengan lidah yakni mengungkapkan. Ukhuwah, sebagaimana mengharuskan diam untuk tidak mengungkapkan hal-hal yang disukai, juga mengharuskan pengungkapan hal-hal yang dicintai, agar bisa diambil pelajaran darinya. Sebab arti ukhuwah adalah ikut serta dalam merasakan kegembiraan dan kesulitan. Saling mencintai di kalangan orang-orang beriman merupakan tuntutan syari’at dan sangat dicintai agama. Dan megungkapkan rasa cinta ini pada saudara merupakan perintah dari Rasulullah. Demikian pula menolak celaan yang diberikan pada saudara kita adalah wajib dalam akad ukhuwah. Mujahid berkata, "Janganlah kamu menyebut saudaramu disaat tidak ada di hadapanmu kecuali sebagaimana kamu ingin dia menyebutmu di saat kamu tidak ada dihadapannya.”

Kelima, memaafkan kekeliruan. Kekeliruan yang dilakukan oleh saudara, tidak terlepas dari dua hal : berkaitan dengan agamanya yaitu dengan melakukan kemasiatan. Maka kita harus menasehatinya dengan lemah lembut sehingga meluruskan dan mengembalikannya ke jalan yang benar. Diceritakan bahwa salah seorang dari dua orang salaf yang bersaudara menyimpang dari garis istiqomah, lalu dikatakan pada saudaranya, “Mengapa kamu tidak memutus hubungan dan menjauhinya?”. Ia menjawab, “Ia lebih memerlukan diriku pada saat seperti ini. Ketika dia tergelincir, aku harus mengambil tangannya, menegurnya dengan lemah lembut dan mengajaknya kembali pada keadaannya semula.” Adapun yang kedua, berkenaan dengan kurangnya dalam memenuhi hak ukhuwah, sehingga menimbulkan kekurangsenangan. Dan hal utama yang perlu dilakukan adalah mema’afkan dan bersabar. Bersabar atas tindakan yang menyakitkan dari seorang saudara adalah lebih baik ketimbang mencelanya, dan mencelanya lebih baik ketimbang memutusnya, dan memutusnya lebih baik ketimbang memusuhinya. Allah berfirman, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih saying antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi diantara mereka.” (al-Mumtahanah: 7)

Keenam, mendo’akan. Mendo’akan saudara semasa hidupnya dan sesudah kematiannya dengan segala apa yang dicintainya untuk diri, keluarga, dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Doa seseorang untuk saudaranya dalam kejauhan tidak tertolak.”

Ketujuh, setia dan ikhlas. Setia maksudnya adalah mencintai hengga kematiannya, karena cinta itu dimaksudkan untuk akhirat . Termasuk kesetiaan adalah menghargai semua anak-anak, kerabat, teman dan orang-orang yang terkait dengannya. Termasuk kesetiaan adalah bertawadhu’ kepada saudaranya meskipun kedudukannya lebih tinggi, tidak memperdengarkan berbagai pemberitaan orang kepada saudaranya, tidak berteman dengan musuh temannya.

Kedelapan, meringankan dan tidak memberatkan. Yaitu tidak membebani saudaranya dengan sesuatu yang menyulitkannya, tetapi meringankan berbagai beban dan kebutuhannya. Tidak meminta uluran harta dan kedudukan darinya.Memperhatikan keadaannya dan melaksanakan hak-haknya, bahkan cintanya tidak dimaksudkan kecuali karena Allah dengan mengharap keberkahan do’anya, rasa senang bertemu dengannya, dukungan terhadap agamanya dan taqarrub kepada Allah dengan menunaikan hak-haknya. Ali ra berkata, “Seburuk-buruk teman adalah yang membebani dirimu, membuat dirimu merasa perlu untuk berbaik-baikan dan mendesakmu untuk meminta maaf.” Ditanyakan kepada sebagian mereka, “Dengan siapakah kami harus bersahabat?” Dijawab, “Orang yang meringankan bebanmu dan meniadakan ganjalan formalitas antara dirimu dan dirinya.” Apabila seseorang telah melakukan empat hal di rumah saudaranya, maka telah sempurnalah keakrabannya, yaitu apabila makan di sisinya, masuk kamar mandi, shalat dan tidur.

Akhi-ukhti, itulah sejumlah hak persahabatan yang perlu dilaksanakan dalam sebuah ikatan ukhuwah. Hal itu tidak akan sempurna kecuali jika kita mengutamakan hak-hak itu untuk saudara ketimbang diri sendiri. Berkaitan dengan mata, maka kita harus memandang mereka dengan kasih sayang, memandang kebaikan dan menutup mata dari aib mereka, tidak memalingkan pandangan saat kedatangan dan pembicaraan dengan mereka. Berkaitan dengan pendengaran, kita harus mendengarkan mereka dengan penuh kenikmatan, membenarkannya, menampakkan rasa gembira, tidak memotong pembicaraan dengan bantahan, tidak menentang dan menyanggahnya. Berkaitan dengan lidah, telah disebutkan pada hak-hak diatas. Berkaitan dengan kedua tangan, maka membantu mereka dalam setiap hal yang harus dilakukan dengan tangan. Berkaitan dengan kedua kaki, maka berjalan dibelakang mereka, tidak mendahului kecuali dipersilahkan, tidak duduk kecuali bersamaan dengan mereka.

Akhi-ukhti, jika telah tercapai kesatuan maka terasa ringan untuk mengemban hak-hak ini. Dan semua yang kita lakukan adalah cermin adab-adab batin dan kejernihan hati. Sehingga ia tidak perlu memaksa diri menampakkan apa yang ada di dalamnya. Siapa yang pandangannya terarah kepada persahabatan makhluk maka terkadang bengkok dan terkadang lurus. Tetapi siapa yang pandangannya terarah kepada pencipta maka akan selalu istiqomah zhahir dan batin. Ia akan menghiasi batinnya dengan cinta kepada Allah dan makhluknya dan menghiasi zhahirnya dengan ibadah kepada Allah dan melayani makhluknya, karena ia merupakan bentuk pelayanan kepada Allah.

Akhi-ukhti, menghidupkan nilai ukhuwah adalah jalan pertama untuk terjadinya saling tolong menolong atas dasar ketaqwaan kepada Allah. Oleh karena itu marilah kita berusaha untuk mengikatkan hati-hati kita dalam ukhuwah yang indah dan diridhoi olehNya.

Diambil dari Buku : Mensucikan Jiwa (Said Hawwa) dan Fiqh Ukhuwah (DR. Abdul Halim Mahmud)