Ada Apa dengan Akhwat & Ikhwan??
02.41 | Author: Iky ^_^ Chan

Akhwat...Akhwat..

Akhwat? Mangnya ada apa sama akhwat?
Ga da apa-apa sih...cuman....
Kagum aja...

Wat, kamu ga gerah ya? Pake jilbab kok panjang-panjang amat?
Akhwat bilang menutup aurat.
Tapi wat, biar begitu aku jadi hormat.

Kata temen2, kamu jg ga pake kosmetik gono gini ya wat?
Ga takut dibilang jelek wat?
Apa?! Cukup dengan wudhu, wajah U jd sehat?
Tapi, mang bener sih. Keliatannya cerah meskipun lg nongol sang jerawat.
Di jidat si akhwat

Setiap aq ngeliat, kamu selalu terlihat bersemangat.
Pada gerak si akhwat, keceriaan tersirat.

Wat, ke mana siang2 bgini? Panas menyengat...
Hah?!! Menyelamatkan ummat? (maksudnya; ngaji, belajar; beramal; trus da’wah deh).

Tapi si akhwat ga pernah ngerasa berat.
Kok bisa gitu wat?
Ohh...ternyata tiap malem kamu sholat...

Senyum sumringah si akhwat akhir-akhir ini slalu terlihat
Ada apa sama si akhwat?
Wah...akhirnya si akhwat akan menjadi ummahat!!
Selamat...Selamat...

(by: Said Ridho Abdillah)

Ikhwan...Ikhwan...

Ikhwan? Mangnya ada apa sama ikhwan?
Ga ada apa-apa sih....cuman...
Salut aja....

Wan, ngapain sih tunduk2 gitu kalo jalan?
Duit kamu hilang?
Oh, ternyata si ikhwan cuma mau menjaga pandangan.
Truz, koq ga mau salaman sama perempuan?
Kata ikhwan, agamanya melarang lawan jenis bukan muhrim bersentuhan.
Ooh, begitu ya wan..

Kamu juga dikenal sebagai makhluk yang anti pacaran.
Kenapa sih wan?
Apa?! Pacaran itu dilarang??!
Masa iya sih wan?
Ikhwan bilang, “lebih enak pacaran setelah pernikahan,
ga dapet dosa, malah dapet ganjaran.”
Wah, asyik tuh wan..!

Umm...jangan marah ya wan...
Aku pernah denger selentingan,
Kata orang, penampilanmu itu rada kampungan.
Trus, kamu juga dibilang kuper alias kurang pergaulan.
Ups! Sorry ya wan...
“Biar aja dibilang kampungan, yang penting otak briliyan,
lebih baik dibilang kuper (kurang pergaulan)
daripada dicap kuber alias kurang beriman.”
Begitu jawab si ikhwan.
Ooo....

Tapi wan, koq kamu pake celana cingkrang?
Hah?! Isbal (memanjangkan celana sampe bawah mata kaki) itu di larang??!
Eh, jenggot di dagumu juga semakin panjang.
Trus, kenapa tuh ada stempel di jidat kamu wan?
Ooh...pantesan...
Qiyamullail jadi kebiasaan
Shalat jama’ah di masjid ga ketinggalan
Hafalan Qur’an jadi kebutuhan
Shoum sunnahnya juga gak telewatkan
Ma’tsurat-an pagi petang
Apalagi tilawah quran...
Wuiiiih...kagak pernah bosan!
Salut deh wan!

Eh, wan. Denger2 kamu mau pergi berjuang?
Ke mana sih wan?
Apa?! Ke medan pertempuran??!
Apa gak takut nyawamu melayang?
Kata si ikhwan, “ ’isy kariiman au mut syahiidan!”
Hmm...ini baru namanya militan.

Oh ya wan, akhir2 ini aq sering ngeliat kamu senyam-senyum sendirian.
Cari maisyah(penghasilan) pun jadi giaaat tenan.
Ada apa dengan si ikhwan?
Wah...ternyata bentar lagi ikhwan mau walimahan!!
Barakallah, Barakallah ya wan...!!

By: Khaleeda

Nah, ini dia tulisan lucu dari teman blog kita, akhi-ukhti...
Modern Dalam Gelombang Jahiliyah Modern
02.33 | Author: Iky ^_^ Chan
MediaMuslim.Info - Inilah wajah kampung halaman kita. Telah menjadi kebanggaan syetan-syetan di depan Iblis. Mungkinkah kita lupa! Syetan dan Iblis itu adalah musuh bebuyutan bani adam yaitu seluruh yang berbangsa manusia, lalu kenapa malah sebagian manusia menyembah-nyembah dengan aneka cara dan dengan mengikuti petunjuknya yang menuju ke neraka.

Sekarang ini televisi sudah berani sekali merusak moral bangsa dengan aneka tayangan. Adegan yang berlabel Islam, namun penuh dengan pengrusakan aqidah Islam bahkan berupa kepalsuan dan penghinaan terhadap syariat Islam. Adegan ciuman dan bahkan lebih dari itu sudah merupakan menu setiap saat. Belum lagi VCD porno (yang menurut mereka karya seni) yang beredar di mana-mana. Masih ditambah lagi dengan aneka majalah, tabloid dan bacaan yang porno lagi menjijikkan plus menyesatkan aqidah.

Semua itu dijajakan secara terang-terangan dan besar-besaran, bahkan kadang dipampang di dekat Masjid, rumah Alloh Subahanahu wa Ta’ala. Kalau dulu zaman jahiliyah orang-orang musyrikin memajang berhala-berhala di sekitar Ka’bah (berhala-berhala ini umumnya patung-patung orang sholeh), maka sekarang manusia-manusia jahiliyah modern memajang gambar-gambar porno dan tak sopan di dekat-dekat masjid, di pinggir-pinggir jalan, di tempat-tempat strategis, dan di kamar-kamar, bahkan ruang tamu. Sebagian remaja Islam merasa malu apabila di dalam kamarnya tidak dipajang poster-poster artis, pemain bola dan sebagainya. Para aktifis Islam pun, tidak sedikit yang memajang poster-poster penyanyi-penyanyi ”Islam”, ustadz/ustadzah idola (sungguh hal yang memilukan hati). Bahkan poster yang tidak sedikit memperlihatkan aurat tersebut, secara sengaja atau tidak sengaja pada hakikatnya secara tidak langsung ataupun langsung telah dijadikan sebuah berhala era modern. Mereka sangat mengelu-elukannya dan memimpikannya.

Sungguh fenomena luar biasa. Benar-benar jahiliyah modern. Televisi dan VCD yang berisi gambar-gambar porno pun dipajang di kamar-kamar, bahkan kamar tidur. Ini seperti orang-orang musyrikin menyimpan benda-benda yang dikeramatkan yang dianggap sebagai memberikan keamanan kepada mereka.

Keadaan ini pantas dibanggakan di depan Sang Iblis yang setiap saat menyeleksi syetan-syetan yang melapor padanya atas dahsyatnya tipu daya yang dilakukan syetan terhadap manusia.

Yang lebih luar biasa lagi adalah sebagian penjahat, artis dan masyarakat bahkan para pejabat berbondong-bondong tunduk di kaki para dukun atau istilah modern-nya paranormal. Sedang para dukun/paranormal makin cengengesan (tertawa tanpa aturan) dengan aneka paket tipuan. Ada yang membuat istilah pengobatan alternatif, kontak jarak jauh, supranatural, susuk asmara, paranormal ampuh dan aneka macam tetek bengek istilah yang mereka tipukan pada masyarakat. Padahal hakekatnya adalah sama saja, mereka itu adalah biang para perusak bangsa ini.

Sulit diatasi kecuali mengembalikan umat ke jalan Islam yang shohih secara kaffah. Bagaimana tidak sulit, pihak keamanan yang harusnya menjadi pengayom penegakkan kebenaran dan keadilan (Adil dan Benar itukan menurut Alloh bukah menurut manusia atau thoghut) justru ikut-ikutan antri ke dukun, sedang para punggawa sampai pejabat tinggi sudah banyak yang tunduk pada dukun, maka pada dasarnya negeri ini adalah mainan syetan. Karena dukun adalah wali (kekasih, teman komplot) syetan.

Kenapa syetan-syetan yang sebenarnya adalah musuh manusia itu malah di mintai tolong untuk menyantet, untuk menghidup suburkan kemaksiatan, untuk menegakkan hukum thoghut, dan untuk membantu dalam menolak ditegakkannya syari’at Islam?

Bukankah kita masih mengaku sebagai Muslim? Bahkan marah kalau ada yang menyindir seperti; “Saya memakai jilbab karena saya Muslim, saya menutup aurat karena saya Muslim” Lalu lawan bicaranya sedikit sebal dengan berkata “Saya Juga Muslim Bu!!!”

Sadarkah kita!, Selama ini mungkin mulutmu sering jadi corong syetan. Tangan sering menjadi senjata syetan dalam menggencet muslimin. Otak sering jadi penebar ideologi syetan dalam menghalangi syari’at Islam. Sedang darah dan daging mungkin memang dijadikan dari makanan yang dihasilkan bersama-sama syetan atau dengan cara yang dicanangkan syetan. Ini bukan tuduhan, tetapi sekadar mengingatkan, kepada diri saya sendiri dan kepada jama’ah sekalian. Kita ini perlu muhasabah, mengoreksi diri. Kenapa kita sudah terlalu jauh rusaknya seperti ini.

Kita meminta kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar memberi hidayah kepada kita semua dan memberi taufik kepada kaum muslimin seluruhnya, para pemerintah dan rakyatnya untuk kembali ke jalan yang Haq, memerangi syetan dan berhati-hati dari padanya, serta merasa cukup dengan apa-apa yang telah disyariatkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya pada segala perkara di muka bumi ini yang sesuai dengan syariat karena Dia-lah yang berkuasa atasnya. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab

Mush’ab bin Umair Radiyallahu ‘anhu
02.27 | Author: Iky ^_^ Chan
MediaMuslim.Info - Mush”ab bin Umair adalah seorang pemuda yang tampan berasal dari keluarga kaya raya. Dalam kehidupannya ia banyak memiliki limpahan harta, dimanja secara berlebihan, menjadi pujaan banyak gadis, berotak cemerlang dan memiliki nama yang harum di seantero kota Mekah. Selain itu, ia adalah pusat perhatian dalam setiap pertemuan, dimana setiap anggota majelis dan teman-temannya selalu mengharapkan kehadirannya untuk memecahkan berbagai persoalan karena kecermelangan otaknya.

Sampai suatu hari, terbetik kabar tentang Muhammad Al-Amin yang menyatakan diri sebagai utusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk menyampaikan agama yang benar. Kian hari kabar itu kian santer di kalangan warga Mekah, dan sampai juga di telinga Mush’ab. Mush’ab tergerak hatinya untuk menyelidiki kebenaran berita tersebut. Melalui usahanya, makin banyaklah berita yang ia ketahui, termasuk dimana Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya mengadakan pertemuan rutin, yakni di tempat suci di bukit Shafa, di kediaman Arqam bin Abil Arqam guna menghindari ancaman kaum Quraisy. Di tempat ini Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau berkumpul dan beribadah kada Allah serta mempelajari ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Dengan semangat dan tekad bulat, suatu hari diikutinya rombongan mereka menuju kediaman Arqam. Seperti tersebut dalam riwayat, baru sekejap mata Mush’ab mengambil tempat duduknya, terdengar olehnya Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan kekhusyu’an yang mendalam. Tergetarlah dada Mush’ab oleh pesona yang begitu agung, keharuan yang begitu mendalam dan kebahagiaan yang nyaris sempurna, sehingga membuatnya hampir terlonjak ketika menghampiri Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam.

Namun dengan penuh kebijakan dan rasa kasih sayang, Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam mengurut dada pemuda Quraisy itu dengan tangan beliau nan halus. Maka menjadi terasa teduh batin pemuda yang tengah bergejolak hatinya oleh rasa itu. Selanjutnya, pada hari itu juga, masuklah Mush’ab bin Umair kedalam agama Islam dengan hati mantap dan keyakinan penuh.

Walaupun demikian, tidak semuanya berjalan sempurna. Salah satu sandungan terberat yang dialaminya, setelah masuk Islam adalah dari ibu kandungnya sendiri, yakni Khunas binti Malik. Kharisma dan kekerasan jiwa sang ibu, untuk sementara waktu membuat Mush’ab memnyembunyikan keislamannya, sampai kemudian hari Allah menghendakinya.

Demikianlah, sekian lama ia berusaha menutupi rahasia, sekian lama ia berusaha menutupi rahasia itu. Tetapi kota mekah begitu banyak menyimpan mata, apa lagi dalam suasana seperti kala itu. Setiap gerak muslim pasti tak luput dari perhatian. Akhirnya, berita keislaman Mush’ab sampai juga ketelinga ibundanya. Berita itu didapat dari seseorang bernama Utsman bin Thalhah yang melihat dengam mata kepala sendiri, bahwa Mush’ab sering kerumah Arqam secara sembunyi-sembunyi. Bahkan suatu saat, dilihatnya Mush’ab shalat berjama’ah bersama Rasul dan para Sahabatnya beliau.

Betapa murka hati sang ibu, lalu dipanggilnya Mush’ab untuk segera menghadapnya. Di hadapan ibunya, saudara-saudaranya,dan para pembesar Mekah kala itu, Mush’ab berdiri tegar seraya memperdengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk menyentuh hati nurani mereka. Namun apa mau dikata, hati sang ibu dan semua yang ada disitu tak sedikitpun tergugah. Bahkan sang ibu nyaris menampar muka anaknya, kalaulah tidak melihat cahaya penuh wibawa memancar dari wajah putra terkasihnya itu. Tetapi tak urung, si anak dibawanya juga kesebuah kamar terpencil dalam rumahnya, dan dikurungnya rapat-rapat.

Sampai akhirnya ketika Mush’ab mendengar banyak kaum muslimin berhijrah ke Habasyah, ia berhasil meloloskan diri dengan cara memperdaya sang ibu dan para pengawalnya.

Mush’ab berlari dan menyembunyikan diri di Habasyah bersama rekan-rekannya seperjuangan dengan menghadapi berbagai rintangan dan cobaan silih berganti. Namun ia sangat bangga dan bersyukur, karena dapat mengikuti pola hidup yang diajarkan oleh Rasul, walaupun sebagai resikonya ia harus meninggalkan kemewahan yang selama ini menaungi kehidupannya. Ia harus menanggalkan pakaian indah miliknya dan menggantinya dengan pakaian yang lusuh, usang dan penuh tambalan.

Hingga pada suatu hari, mata setiap orang basah dibuatnya, karena menyaksikan perubahan pada dirinya yang demikian drastis, yakni ketika ia hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri juga oleh Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Rasululloh Shallallâhu ‘alaihi wasallam sendiri menatapnya dengan rasa syukur, dan dengan penuh arti beliau bersabda, yang artinya: “Dahulu kukenal Mush’ab ini pemuda yang tidak ada imbangnya dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Namun kemudian semua itu ditinggalkan demi Allah dan Rasul-Nya”

Tatkala sang ibu menangkapnya kembali sepulang dari Habasyah, ketika itu pula Mush'ab bertemu untuk berpisah dengan sang ibunda selama-lamanya. Keteguhannya membuat sang ibu putus asa. Sampai detik terakhir, Mush’ab masih terus menasehati ibunya bahwa tidak ada yang berhak di sembah secara benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tidak juga membuahkan hasil. Justru hati si ibu semakin murka, akhirnya dengan berlinang air mata, terpaksa dihapusnya juga nama Mush’ab dalam hatinya sebagai anak kandungnya tercinta… Maka berpisahlah kedua anak dan ibu tersebut.


Subhanallah, perjuangan Mujahidin yang bernama Mush'ab Bin Umair ini patut kita teladani yaa akhi-ukhti ^-^
Ikatan itu Bernama Ukhuwah
02.06 | Author: Iky ^_^ Chan
Pada suatu hari, Rasulullah bersabda pada para sahabatnya : “Seorang lelaki menziarahi saudaranya karena Allah. Lalu Allah mengutus malaikat untuk menanyakan, “Hendak kemana kamu?” Ia menjawab, “Aku hendak mengunjungi saudaraku si Fulan.” Malaikat bertanya. “Karena suatu keperluanmu yang ada padanya?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Karena kekerabatan antara dirimu dan dia?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Karena nikmat yang telah diberikannya padamu?” Ia menjawab, “Tidak.” Malaikat bertanya, “Lalu karena apa?” Ia menjawab, “Aku mencintainya karena Allah.” Malaikat berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku untuk menemuimu dan memberitahukan bahwa Dia mencintaimu karena cintamu padanya, dan Dia telah memastikan surga untukmu.” (HR. Muslim).

Akhi-ukhti, sungguh berharga imbalan yang diberikan Allah pada orang-orang yang saling mencintai karena-Nya. Harga itu sangatlah pantas, karena rasa cinta yang berbalut dengan ukhuwah, bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Ukhuwah tidak sesederhana yang sering dipoleskan dalam aktivitas dakwah kita selama ini.

Akhi-ukhti, ada baiknya kita kaji sejenak, bagaimana seseorang dengan seorang yang lainnya berada dalam satu ikatan bernama ukhuwah.

Pertama, berkaitan dengan harta. Persaudaraan antara dua orang menuntut adanya empati dalam kesusahan dan kesenangan, partisipasi dalam urusan dunia dan akhirat, dan lenyapnya ‘privasi’ dan egoisme. Mereka mencampur harta mereka tanpa membedakan sebagiannya dari sebagian yang lain. Akan sangat dipertanyakan, jika mereka masih mengatakan, ‘Sandalku’, karena ia masih menyebutkan dirinya yang memiliki barang itu. Ali bin al-Husain ra berkata pada seseorang, “Apakah salah seorang diantara kamu memasukkan tangannya ke dalam kantong saudaranya lalu mengambil apa yang diinginkannya tanpa seijinnya?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Ali bin al-Husain berkata, “Kalau begitu, kalian bukanlah orang-orang yang bersaudara.” Oleh karena itu infaq kepada saudaranya lebih utama daripada shodaqoh pada fakir miskin. Ali pernah berkata, “Sungguh, duapuluh diram yang aku berikan kepada saudaraku karena Allah lebih aku sukai ketimbang aku bershadaqah seratus dirham kepada fakir miskin.”

Kedua, berkaitan dengan memberi bantuan dengan jiwa dibanding kebutuhan sendiri. Tingkatan yang paling rendah adalah, memenuhi permintaan pada saat diminta dan ketika dia mampu maka disertai dengan wajah yang berseri-seri dan menunjukkan rasa senang. Pada tingkatan tertinggi, seorang saudara akan berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, sehingga tidak sampai meminta-minta dan menampakkan keperluannya akan bantuan. Kemudian berusaha menambah, mengutamakan dan mendahulukannya ketimbang kerabat dan anak-anak. Al Hasan pernah berkata, “Saudara kami lebih kami cintai ketimbang keluarga dan anak-anak kami. Karena keluarga mengingatkan kami kepada dunia, sedangkan saudara mengingatkan kami pada akhirat.”

Ketiga, berkaitan dengan lidah yaitu diam. Diam yang dimaksudkan adalah tidak menyebutkan aibnya ketika saudaranya tidak ada dihadapannya tapi melupakannya, tidak mencari tahu dan menanyakan tentang keadaannya karena ia berkeberatan untuk menyebutkannya atau perlu berdusta untuk menjelaskannya, tidak mengungkapkan rahasianya sekalipun telah terputus dan tidak akrab lagi, tidak mencela orang-orang yang dicintainya, tidak menceritakan celaan orang lain terhadap dirinya. Sebagaimana harus diam tidak menyebutkan keburukan saudara dengan lidah, demikian pula harus diam, tidak menyebutkannya dengan hati, yaitu prasangka buruk padanya. Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Janganlah kalian mencari-cari, janganlah kalian memata-matai, dan janganlah kalian saling memutusan hubungan, janganlah kalian saling membuat makar, dan jadilah kalian hamba-hamba yang bersaudara.” Ketahuilah Akhi-ukhti, bahwa persaudaraan itu dilakukan dengan adaptasi dalam ucapan, perbuatan dan kepedulian.

Keempat, berkenaan dengan lidah yakni mengungkapkan. Ukhuwah, sebagaimana mengharuskan diam untuk tidak mengungkapkan hal-hal yang disukai, juga mengharuskan pengungkapan hal-hal yang dicintai, agar bisa diambil pelajaran darinya. Sebab arti ukhuwah adalah ikut serta dalam merasakan kegembiraan dan kesulitan. Saling mencintai di kalangan orang-orang beriman merupakan tuntutan syari’at dan sangat dicintai agama. Dan megungkapkan rasa cinta ini pada saudara merupakan perintah dari Rasulullah. Demikian pula menolak celaan yang diberikan pada saudara kita adalah wajib dalam akad ukhuwah. Mujahid berkata, "Janganlah kamu menyebut saudaramu disaat tidak ada di hadapanmu kecuali sebagaimana kamu ingin dia menyebutmu di saat kamu tidak ada dihadapannya.”

Kelima, memaafkan kekeliruan. Kekeliruan yang dilakukan oleh saudara, tidak terlepas dari dua hal : berkaitan dengan agamanya yaitu dengan melakukan kemasiatan. Maka kita harus menasehatinya dengan lemah lembut sehingga meluruskan dan mengembalikannya ke jalan yang benar. Diceritakan bahwa salah seorang dari dua orang salaf yang bersaudara menyimpang dari garis istiqomah, lalu dikatakan pada saudaranya, “Mengapa kamu tidak memutus hubungan dan menjauhinya?”. Ia menjawab, “Ia lebih memerlukan diriku pada saat seperti ini. Ketika dia tergelincir, aku harus mengambil tangannya, menegurnya dengan lemah lembut dan mengajaknya kembali pada keadaannya semula.” Adapun yang kedua, berkenaan dengan kurangnya dalam memenuhi hak ukhuwah, sehingga menimbulkan kekurangsenangan. Dan hal utama yang perlu dilakukan adalah mema’afkan dan bersabar. Bersabar atas tindakan yang menyakitkan dari seorang saudara adalah lebih baik ketimbang mencelanya, dan mencelanya lebih baik ketimbang memutusnya, dan memutusnya lebih baik ketimbang memusuhinya. Allah berfirman, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih saying antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi diantara mereka.” (al-Mumtahanah: 7)

Keenam, mendo’akan. Mendo’akan saudara semasa hidupnya dan sesudah kematiannya dengan segala apa yang dicintainya untuk diri, keluarga, dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Doa seseorang untuk saudaranya dalam kejauhan tidak tertolak.”

Ketujuh, setia dan ikhlas. Setia maksudnya adalah mencintai hengga kematiannya, karena cinta itu dimaksudkan untuk akhirat . Termasuk kesetiaan adalah menghargai semua anak-anak, kerabat, teman dan orang-orang yang terkait dengannya. Termasuk kesetiaan adalah bertawadhu’ kepada saudaranya meskipun kedudukannya lebih tinggi, tidak memperdengarkan berbagai pemberitaan orang kepada saudaranya, tidak berteman dengan musuh temannya.

Kedelapan, meringankan dan tidak memberatkan. Yaitu tidak membebani saudaranya dengan sesuatu yang menyulitkannya, tetapi meringankan berbagai beban dan kebutuhannya. Tidak meminta uluran harta dan kedudukan darinya.Memperhatikan keadaannya dan melaksanakan hak-haknya, bahkan cintanya tidak dimaksudkan kecuali karena Allah dengan mengharap keberkahan do’anya, rasa senang bertemu dengannya, dukungan terhadap agamanya dan taqarrub kepada Allah dengan menunaikan hak-haknya. Ali ra berkata, “Seburuk-buruk teman adalah yang membebani dirimu, membuat dirimu merasa perlu untuk berbaik-baikan dan mendesakmu untuk meminta maaf.” Ditanyakan kepada sebagian mereka, “Dengan siapakah kami harus bersahabat?” Dijawab, “Orang yang meringankan bebanmu dan meniadakan ganjalan formalitas antara dirimu dan dirinya.” Apabila seseorang telah melakukan empat hal di rumah saudaranya, maka telah sempurnalah keakrabannya, yaitu apabila makan di sisinya, masuk kamar mandi, shalat dan tidur.

Akhi-ukhti, itulah sejumlah hak persahabatan yang perlu dilaksanakan dalam sebuah ikatan ukhuwah. Hal itu tidak akan sempurna kecuali jika kita mengutamakan hak-hak itu untuk saudara ketimbang diri sendiri. Berkaitan dengan mata, maka kita harus memandang mereka dengan kasih sayang, memandang kebaikan dan menutup mata dari aib mereka, tidak memalingkan pandangan saat kedatangan dan pembicaraan dengan mereka. Berkaitan dengan pendengaran, kita harus mendengarkan mereka dengan penuh kenikmatan, membenarkannya, menampakkan rasa gembira, tidak memotong pembicaraan dengan bantahan, tidak menentang dan menyanggahnya. Berkaitan dengan lidah, telah disebutkan pada hak-hak diatas. Berkaitan dengan kedua tangan, maka membantu mereka dalam setiap hal yang harus dilakukan dengan tangan. Berkaitan dengan kedua kaki, maka berjalan dibelakang mereka, tidak mendahului kecuali dipersilahkan, tidak duduk kecuali bersamaan dengan mereka.

Akhi-ukhti, jika telah tercapai kesatuan maka terasa ringan untuk mengemban hak-hak ini. Dan semua yang kita lakukan adalah cermin adab-adab batin dan kejernihan hati. Sehingga ia tidak perlu memaksa diri menampakkan apa yang ada di dalamnya. Siapa yang pandangannya terarah kepada persahabatan makhluk maka terkadang bengkok dan terkadang lurus. Tetapi siapa yang pandangannya terarah kepada pencipta maka akan selalu istiqomah zhahir dan batin. Ia akan menghiasi batinnya dengan cinta kepada Allah dan makhluknya dan menghiasi zhahirnya dengan ibadah kepada Allah dan melayani makhluknya, karena ia merupakan bentuk pelayanan kepada Allah.

Akhi-ukhti, menghidupkan nilai ukhuwah adalah jalan pertama untuk terjadinya saling tolong menolong atas dasar ketaqwaan kepada Allah. Oleh karena itu marilah kita berusaha untuk mengikatkan hati-hati kita dalam ukhuwah yang indah dan diridhoi olehNya.

Diambil dari Buku : Mensucikan Jiwa (Said Hawwa) dan Fiqh Ukhuwah (DR. Abdul Halim Mahmud)
Akhwat itu Istimewa ^_^
23.28 | Author: Iky ^_^ Chan
"Harta yang paling berharga di dunia adalah wanita yang solehah." (HR Muslim)

Wanita ibarat bunga... cantik indahnya pada pandangan mata hanya sementara...
Yang kekal menjadi pujaan manusia, hanyalah wanita yang mulia akhlaknya...
karena akhlaq wanita ibarat bunga diri..
Tiada guna berwajah cantiktetapi akhlaq buruk..
tiada guna juga berwajah cantik tetapi hati kosong dariilmu...
Ibarat bunga, ada yang cantik bila dipandang tetapi busuk baunya... Adapula yang kurang menarik dan baunya juga kurang menyenangkan... Ada juga bunga yang tidak menarik pada pandangan mata kasar, tetapi bila dihalusi dengan matahati, ternyata amat tinggi nilainya....
Wanita adalah makhluk Allah yang amat istimewa. Kemuliaan dan keruntuhan sesuatu bangsa terletak di tangan wanita. Oleh yang demikian, Allah telah menetapkan hukumnya ke atas mereka; walaupun berat di pandangan mata si jahildan ingkar tetapi ia adalah kemanisan iman yang dicicip oleh wanita solehah.
Karena itulah...
Sebagai anak, dia menjadi anak yang solehah...
Sebagairemaja dia akan menjadi remaja yang bersemangat...
sebagai isteri, dia menjadi isteri yang menyenangkan dan menenangkan hati suaminya...
sebagai ibu, dia akan mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang...
dan pastinya sebagai hamba Allah, dia akan menjadi hamba yang tunduk dan menyerah diri hanya kepada-Nya.
Allah swt berfirman dalam surah an-Nisa' ayat 24 yang artinya,
"Barangsiapa yang mengerjakan amalan yang soleh baik lelaki maupun wanita sedang ia seorang yang beriman maka mereka itu masuk ke dalam syurga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun."
Dalam Islam wanita amat dihormati dan dihargai peranannya. Sebagaimana eratnya hubungan siang dan malam yang saling melengkapi, begitu juga lelaki dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi. Setiap lelaki dan wanita memiliki tugas dan kewajiban yang berlainan, sesuai dengan fitrah masing-masing. Namun, tujuan hidup setiap lelaki dan wanita adalah sama, yaitu mencari ridha Allah(Mardhatillah).
Rasulullah juga turut memerintahkan umatnya supaya memperlakukan wanita sebaik-baiknya sebagaimana sabdanya: "Mereka yang paling sempurna di kalangan mereka yang ikhlas adalah mereka yang mempunyai akhlak yang terbaik dan yang terbaik dikalangan kamu adalah yang paling baik terhadap isterinya." (HRAt-Tirmidzi)Rasulullah saw telah memerintahkan supaya kaum wanita diperlakukan menurutfitrah ia dijadikan sebagaimana dalam sabdanya: "Berlaku baiklah terhadap kaum wanita lantaran mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok adalah bahagian yang teratas, jika kamu coba untuk meluruskannya kamu akan mematahkannya dan jika kamu membiarkannya ia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah terhadap kaum wanita kamu." [Al-Bukhari dan Muslim].
Nilai wanita dalam Islam amat bertentangan dengan apa yang diperjuangkan oleh wanita Barat. Nilai wanita bukan terletak pada fashion pakaiannya yang menonjol, berhias diri untuk memperlihatkan kecantikannya, tetapi hakikatnya ialah pada kesopanan, rasa malu dan keterbatasan dalam pergaulan. (^o^)
Mengutamakan Kebutuhan Saudara
04.08 | Author: Iky ^_^ Chan

Akhi - Ukhti, ingin kuceritakan kepadamu tentang keutamaan seseorang yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dengarlah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘Alaihi wa sallam: “Orang yang paling dicintai oleh Alloh ‘Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Alloh adalah kesenangan yang diberikan kepada sesama muslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama salah seorang saudaraku untuk menunaikan keperluannya lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapa berjalan bersama salah seorang saudaranya dalam rangka memenuhi kebutuhannya sampai selesai, maka Alloh akan meneguhkan tapak kakinya pada hari ketika semua tapak kaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal sebagaimana cuka yang merusak madu.”

(Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan)

Betapa mulianya akhlak seorang muslim. Ia senantiasa lebih mementingkan kebutuhan saudaranya dibandingkan kebutuhan akan dirinya. Inilah akhlak yang sangat luhur. Sudahkah kita berbuat seperti itu?

Saudaraku, jika salah seorang saudaramu sesama muslim datang mengadukan kebutuhannya kepadamu, maka bergembiralah karenanya dan sadarilah bahwa ia lebih mengutamakanmu daripada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Tolonglah dia. Jangan sampai engkau tidak membantunya dalam memenuhi kebutuhannya selagi engkau mempunyai kemampuan untuk itu.

Lihatlah, bagaimana orang-orang sholih terdahulu senantiasa memperhatikan kepentingan saudaranya,

Hakim bi Hizam berkata, “Jika aku memasuki waktu pagi dan di pintu depan rumahku tidak ada seorangpun membutuhkan sesuatu dariku, maka aku menyadari bahwasanya hal itu merupakan musibah yang aku meminta pahala kepada Alloh.”

“Ketika seekor kuda milik Ar-Rabi’ bin Khutsaim yang harganya dua puluh ribu dicuri, maka orang-orang bertanya kepadanya, “Doakanlah si pencuri itu!”. Ar-Rabi’ berdoa, “Ya Alloh, jika si pencuri itu orang yang kaya, maka ampunilah dia. Tetapi jika ia seorang miskin, maka jadikanlah dia kaya.” (Shifatush-Shafwah: 3/61)

Saudaraku yang mulia, dimanakah posisi kita dibandingkan mereka?

Saudaraku yang tercinta, maukah engkau berhenti sebentar bersamaku dan kita renungkan bersama sikap wara’ Salman Al Farisi. Al Hasan berkisah, “Gaji untuk Salman Al Farisi lima ribu. Dia menjadi gubernur bagi tiga puluh ribu rakyat muslimin. Jika gajinya diberikan, dia langsung menghabiskannya untuk bersedekah, sementara dia sendiri makan dari hasil anyaman tangannya sendiri.”

Qasim Al ju’i bercerita di tengah halaqah murid-muridnya, “Manfaatkanlah waktu kalian agar jangan sampai terjatuh dalam lima perkara ini, yaitu: jika kalian datang, kalian tidak dianggap, jika kalian tidak datang, kalian tidak dicari, jika kalian bersaksi, kalian tidak diajak bermusyawarah, jika kalian mengatakan sesuatu, perkataan kalian tidak diterima, dan jika kalian mengetahui sesuatu, kalian tidak diberi kesempatan untuk mengutarakannya.”

Aku juga mewasiatkan pada kalian lima perkara: jika kalian didzalimi, maka janganlah kalian membalas berbuat dzalim, jika kalian dipuji, janganlah berbangga diri, jika kalian dicela, janganlah kalian merasa terhina, jika kalian dipancing untuk marah, jangalah kalian marah, dan jika mereka mengkhianati kalian, janganlah kalian balas mengkhianati mereka.” (Shifatush-Shafwah: 4/237)